Kesenjangan Sosial:
Masalah yang tak pernah usai
Gelandangan, pengemis,
pengamen, pengangguran, kemiskinan dan anak jalanan memang telah menjadi
masalah nasional yang dihadapi banyak kota di Indonesia, termasuk kota Bandung.
Masalah kesenjangan social ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian, baik
dari pemerintah pusat, permerintah daerah maupun LSM. Namun sejauh ini belum
ada solusi yang dapat menyelesaikannya. Dari tahun ke tahun jumlahnya malah
meningkat drastis. Kebanyakan gepeng biasanya berasal dari desa, bahkan dari
luar kota. Berawal dari kemiskinan, mereka memutuskan untuk mengadu nasib di
kota tanpa dibekali pendidikan dan kompetensi yang memadai. Pada akhirnya
mereka hanya menjadi pengangguran. Dan berawal dari keterputusasaan akhirnya
melahirkan mental yang berorientasi pada hasil. Mereka tidak peduli yang mereka
lakukan halal atau haram, yang penting mereka dapat uang. Mereka menjadikan pengemis
dan pengamen sebagai profesi. Tapi disamping itu jika dilihat dari segi
keuntungan saja mengemis memang cukup menguntungkan. Di Bandung sendiri sebagian
pengemis bisa mendapatkan penghasilan 100.000 /hari. Itu angka yang sangat besar
jika melihat pekerjaannya, yang hanya duduk dan mengandalkan ekspresi wajah
yang menimbulkan rasa iba, dengan baju compang-camping, atau bahkan ada yang
pura-pura cacat. Memang tidak semua pengemis tidak seperti itu, tapi sebagian
besar memang seperti itu.
Sejumlah
pengemis dan anak jalanan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Djalanan
(GMD) berunjuk rasa di Kantor Wali Kota Bandung, Senin (30/9/2013). Mereka
menuntut diberikan pekerjaan yang layak, bukan hanya ditertibkan. Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil pun kemudian menemui para pengunjuk rasa tersebut. Pria
yang akrab disapa Emil itu pun memberikan solusi berupa pekerjaan penyapu jalan
untuk para pengemis dan gelandangan. Namun ternyata, solusi yang ditawarkan
Emil itu disambut dingin. Sejumlah pengemis terlihat tidak suka dengan tawaran
pekerjaan yang diberikan oleh Emil. Beberapa pengemis bahkan mengeluhkan jumlah
gaji yang akan mereka terima dari pekerjaan tersebut. “Apakah bapak bisa
menggaji mereka Rp 4 juta sampai Rp 10 juta. Kalau hanya gaji Rp 700 ribu tidak
akan cukup,” kata Priston, salah satu orator unjuk rasa dari GMD, seperti
dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (1/10/2013).
Kurun waktu tiga minggu
terakhir ini, tim gabungan Pemkot Bandung gencar merazia gepeng yang mangkal di
lokasi keramaian. Usai terjaring, para gepeng itu digiring ke lokasi
penampungan di mes Persib (Stadion Sidolig), Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung.
PD Kebersihan Kota
Bandung turun tangan agar gepeng tak kembali menghiasi jalanan. Caranya
mengajak dan merekrut puluhan gepeng pria dan wanita menjadi petugas kebersihan
dengan upah Rp 40 ribu per hari. Dalam satu hari mereka hanya bekerja enam jam.
Dan sampai
sekarang jumlah penyapu jalan semakin berkurang. Ketika program ‘alih profesi’
profesi ini dijalankan jumlahnya kurang lebih 50 orang, dan sekarang hanya
sekitar 20 orang.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP MINTA-MINTA
(MENGEMIS)
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak
disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu
atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan
menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi,
atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan
pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka
hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya
mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah
sebagimana berikut:
- Diriwayatkan dari Abdullah bin
Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ،
حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain
sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong
daging pun di wajahnya.”
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ
النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ
أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
“Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka
untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah sedang
meminta bara api. Maka hendaknya dia
mempersedikit ataukah memperbanyak.”
- Diriwayatkan
dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ
فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barang
siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah
ia memakan bara api.”
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang
mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi
atau keluarga.
YANG DIBOLEHKAN MEMINTA
Disebutkan
dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa keadaan yang membolehkan
seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara
keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:
(1)
Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang
orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti.
(2)
Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh
meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
(3)
Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat sehingga disaksikan oleh 3
orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka
halal baginya meminta-minta sampai dia
mendapatkan penegak bagi kehidupannya.
Dalam
tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau
mengemis. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin
Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda
“Wahai
Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu
dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain,
diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti.
Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh
meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa
kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya
mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta
sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu,
wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang
haram”.
Ketika
seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan
pribadinya sendiri. Maka ini juga termasuk tasawwul (mengemis dan
meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang
kaya.
Di
antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan bahwa meminta sumbangan untuk
kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin itu diperbolehkan adalah pesan
Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang
ketika sebelum berangkat, yaitu sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam:
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ
الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ
هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ
“
Jika mereka (orang-orang kafir yang diperangi,
pent) tidak mau masuk Islam maka mintalah
Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah
dari (memerangi, pen) mereka! Jika mereka tidak
mau menyerahkan Al-Jizyah maka mintalah pertolongan kepada
Allah dan perangilah mereka!”.
Maka
dari hadits di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa meminta
Al-Jizyah dari orang-orang kafir tidak termasuk tasawwul
(mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena Al-Jizyah
bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar