Senin, 21 Maret 2016

Kesenjangan Sosial: Masalah yang tak pernah usai
Gelandangan, pengemis, pengamen, pengangguran, kemiskinan dan anak jalanan memang telah menjadi masalah nasional yang dihadapi banyak kota di Indonesia, termasuk kota Bandung. Masalah kesenjangan social ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian, baik dari pemerintah pusat, permerintah daerah maupun LSM. Namun sejauh ini belum ada solusi yang dapat menyelesaikannya. Dari tahun ke tahun jumlahnya malah meningkat drastis. Kebanyakan gepeng biasanya berasal dari desa, bahkan dari luar kota. Berawal dari kemiskinan, mereka memutuskan untuk mengadu nasib di kota tanpa dibekali pendidikan dan kompetensi yang memadai. Pada akhirnya mereka hanya menjadi pengangguran. Dan berawal dari keterputusasaan akhirnya melahirkan mental yang berorientasi pada hasil. Mereka tidak peduli yang mereka lakukan halal atau haram, yang penting mereka dapat uang. Mereka menjadikan pengemis dan pengamen sebagai profesi. Tapi disamping itu jika dilihat dari segi keuntungan saja mengemis memang cukup menguntungkan. Di Bandung sendiri sebagian pengemis bisa mendapatkan penghasilan 100.000 /hari. Itu angka yang sangat besar jika melihat pekerjaannya, yang hanya duduk dan mengandalkan ekspresi wajah yang menimbulkan rasa iba, dengan baju compang-camping, atau bahkan ada yang pura-pura cacat. Memang tidak semua pengemis tidak seperti itu, tapi sebagian besar memang seperti itu.
Sejumlah pengemis dan anak jalanan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Djalanan (GMD) berunjuk rasa di Kantor Wali Kota Bandung, Senin (30/9/2013). Mereka menuntut diberikan pekerjaan yang layak, bukan hanya ditertibkan. Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pun kemudian menemui para pengunjuk rasa tersebut. Pria yang akrab disapa Emil itu pun memberikan solusi berupa pekerjaan penyapu jalan untuk para pengemis dan gelandangan. Namun ternyata, solusi yang ditawarkan Emil itu disambut dingin. Sejumlah pengemis terlihat tidak suka dengan tawaran pekerjaan yang diberikan oleh Emil. Beberapa pengemis bahkan mengeluhkan jumlah gaji yang akan mereka terima dari pekerjaan tersebut. “Apakah bapak bisa menggaji mereka Rp 4 juta sampai Rp 10 juta. Kalau hanya gaji Rp 700 ribu tidak akan cukup,” kata Priston, salah satu orator unjuk rasa dari GMD, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Selasa (1/10/2013).
Kurun waktu tiga minggu terakhir ini, tim gabungan Pemkot Bandung gencar merazia gepeng yang mangkal di lokasi keramaian. Usai terjaring, para gepeng itu digiring ke lokasi penampungan di mes Persib (Stadion Sidolig), Jalan Ahmad Yani, Kota Bandung.
PD Kebersihan Kota Bandung turun tangan agar gepeng tak kembali menghiasi jalanan. Caranya mengajak dan merekrut puluhan gepeng pria dan wanita menjadi petugas kebersihan dengan upah Rp 40 ribu per hari. Dalam satu hari mereka hanya bekerja enam jam.
Dan sampai sekarang jumlah penyapu jalan semakin berkurang. Ketika program ‘alih profesi’ profesi ini dijalankan jumlahnya kurang lebih 50 orang, dan sekarang hanya sekitar 20 orang.
PANDANGAN ISLAM TERHADAP MINTA-MINTA (MENGEMIS)
Meminta-minta sumbangan atau mengemis pada dasarnya tidak disyari’atkan dalam agama Islam. Bahkan jika melakukannya dengan cara menipu atau berdusta kepada orang atau lembaga tertentu yang dimintai sumbangan dengan menampakkan dirinya seakan-akan dia adalah orang yang sedang kesulitan ekonomi, atau sangat membutuhkan biaya pendidikan anak sekolah, atau perawatan dan pengobatan keluarganya yang sakit, atau untuk membiayai kegiatan tertentu, maka hukumnya haram dan termasuk dosa besar.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan haramnya mengemis dan meminta-minta sumbangan, dan bahkan ini termasuk dosa besar adalah sebagimana berikut:
  1. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sepotong daging pun di wajahnya.” 
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ
Barangsiapa meminta-minta kepada manusia harta mereka untuk memperbanyak hartanya, maka sesungguhnya dia hanyalah  sedang  meminta  bara  api. Maka  hendaknya  dia  mempersedikit  ataukah memperbanyak.”
  1. Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api.” 
Demikianlah beberapa dalil dari hadits-hadits Nabi yang mengharamkan mengemis atau meminta-minta sumbangan untuk kepentinagn pribadi atau keluarga.
YANG DIBOLEHKAN MEMINTA
Disebutkan dalam sebuah hadits bahwa di sana terdapat beberapa keadaan yang membolehkan seseorang untuk mengemis atau meminta-minta sumbangan. Di antara keadaan-keadaan tersebut ialah sebagaimana berikut:
(1)   Ketika seseorang menanggung beban diyat (denda) atau pelunasan hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti.
(2)   Ketika seseorang ditimpa musibah yang menghabiskan seluruh hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup.
(3)   Ketika seseorang tertimpa kefakiran yang sangat sehingga disaksikan oleh 3 orang berakal cerdas dari kaumnya bahwa dia tertimpa kefakiran, maka  halal  baginya  meminta-minta  sampai  dia  mendapatkan  penegak  bagi kehidupannya.
Dalam tiga keadaan ini seseorang diperbolehkan untuk meminta-minta sumbangan atau mengemis. Hal ini berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Sahabat Qabishah bin Mukhariq Al-Hilali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Wahai Qabishah! Sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal, kecuali bagi salah satu dari tiga orang: Seseorang yang menanggung beban (hutang orang lain, diyat/denda), ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya, kemudian berhenti. Dan seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup. Dan seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya mengatakan, ‘Si fulan telah ditimpa kesengsaraan hidup,’ ia boleh meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup. Meminta-minta selain untuk ketiga hal itu, wahai Qabishah! Adalah haram, dan orang yang memakannya adalah memakan yang haram”. 
Ketika seseorang meminta sumbangan untuk kepentingan kaum muslimin, bukan kepentingan pribadinya sendiri. Maka ini juga termasuk tasawwul (mengemis dan meminta-minta sumbangan) yang diperbolehkan dalam Islam meskipun dia orang kaya.
Di antara dalil-dalil syar’i yang menunjukkan bahwa meminta sumbangan untuk kepentingan agama dan kemaslahatan kaum muslimin itu diperbolehkan adalah pesan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada para pemimpin perang ketika sebelum berangkat, yaitu sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam:
فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمُ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ
“ Jika mereka (orang-orang  kafir  yang  diperangi,  pent)  tidak  mau  masuk  Islam  maka mintalah Al-Jizyah dari mereka! Jika mereka memberikannya maka terimalah dan tahanlah dari (memerangi, pen)  mereka! Jika  mereka  tidak  mau  menyerahkan  Al-Jizyah  maka mintalah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!”. 
Maka dari hadits di atas kita dapat mengambil pelajaran bahwa  meminta Al-Jizyah dari orang-orang  kafir tidak  termasuk  tasawwul  (mengemis atau meminta-minta yang dilarang) karena  Al-Jizyah  bukan  untuk  kepentingan pribadi tetapi untuk kaum muslimin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar